Tetapi bukan pada jenis pekerjaannya Allah menurunkan rezeki, melainkan pada kehendak-Nya sendiri serta pada ikhtiar yang dilakukan oleh manusia. Lebih jelasnya, kita ikuti penuturan Trimo di bawah ini.
Saya menikah dengan Jumroh, istri saya, pada tahun 1988. Harapan saya sewaktu berumah tangga tidaklah muluk-muluk. Saya ingin bahagia, bisa menyenangkan istri, keluarga dan orang tua. Pada tahun 1999 kami pindah ke daerah Cirendeu, Tangerang, Banten. Di sana, kami mengontrak sebuah tanah yang kemudian di atasnya kami bangun rumah papan.
Sejak di Cirendeu,saya mulai bekerja menjadi pengumpul sampah. Kebetulan ada sekitar 30 rumah yang saya bersihkan bak sampahnya setiap hari. Sebagai tukang sampah, memang berat menjalani pekerjaan itu. Setiap hari bergulat dengan bau. Apalagi kalau sudah datang musim hujan. Sampah-sampah itu terasa berat sekali karena bercampur dengan air. Belum lagi baunya yang tambah menyengat. Bahkan tidak jarang saya merasa mudah capek kalau harus mengangkut sampah di musim hujan.
Awalnya sempat saya berpikir, kenapa saya harus bekerja seperti ini. Tetapi setelah saya pikir ulang lagi, akhirnya saya sadar bahwa tidak ada pekerjaan lain yang bisa saya lakukan. Saya tidak memiliki keahlian di bidang apa pun. Maka dari itu, apa pun keadaannya saya terima saja pekerjaan itu dengan tabah dan keikhlasan.
Sempat juga saya merasa malu dengan pekerjaan saya itu. Bagaimana tidak merasa malu kalau setiap hari saya harus berpakaian kumal, bau, berkeringat dan seperti orang yang terhina saja. Pagi-pagi harus menarik gerobak, sementara orang lain malah bersantai. Saya merasa benar-benar tak berdaya ketika sampah yang harus saya angkut ternyata ada bangkainya, entah bangkai tikus, kucing atau binatang lainnya.
Tetapi saya berjanji untuk tidak mudah menyerah dan mengeluh. Dengan dasar kemauan yang kuat, niat beribadah, serta demi anak istri agar mereka tidak kelaparan, akhirnya saya bisa bertahan dengan pekerjaan itu. Saya sadar bahwa sebenarnya tidak ada pekerjaan yang enak. Karena itulah saya berusaha untuk tidak mengeluh dan menyerah.
Hal yang paling membahagiakan saya adalah ketika saya berhasil memberangkatkan istri saya naik haji. Saya tidak menduga bahwa dengan bekerja menjadi tukang pengangkut sampah, akhirnya saya mampu memberangkatkan istri naik haji. Ini semua berkat karunia dari Alla Swt. kepada saya, Atas karunia itu, tidak hanya saya, para tetangga pun banyak yang tidak menyangka. Ada yang bertanya apa rahasia saya sehinqqa mampu membiayai istri naik haji?
Menurut saya tidak ada rahasia yanq lain kecuali bekerja keras, berdoa dan munqkin juga karena shalat Dhuha yang selama ini saya jaga betul. Saya biasa bekerja pagi-pagi, Jam dua sianq sudah selesai. Sehabis maghrib, biasanya ada saja oranq yanq memanggil saya untuk minta dipijat. Jadi, selain bekerja sebagai penganqkut sampah, saya juqa bekerja memijit oranq. Dalam satu bulan, penghasllan saya bisa dibilang besar. Sekitar delapan ratus ribu. Uang itu selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya anak sekolah dan selebihnya ditabung.
Setelah satu tahun, istri saya bilang kalau dia sudah menqumpulkan uanq untuk onqkos naik haji, tapi belum cukup. Saat itu istri saya bilang kalau saat itu uang yanq terkumpul sudah sebesar dua puluh jutaan, Saya sendiri kaget, dari mana uanq itu. Tapi istri saya memang hemat orangnya, Sejak dia mengutarakan keinginannya naik haji, dia rajln sekali menabunq, Uanq yanq saya berikan tidak semuanya dipergunakan untuk belanja, melainkan disisihkan untuk ditabung·
Saat istri saya mengatakan kalau dia sudah punya tabungan sekitar dua puluh jutaan, saya benar-benar berniat untuk giat bekerja dan berdoa. Shalat Dhuha saya semakin dijaga dan memohon kepada Allah agar cita-cita istri saya dapat terkabulkan. Ternyata Allah benar-benar mengabulkan doa saya. Sejak saya menjaga betul shalat Dhuha, giat bekerja, dan tidak mudah meyerah, Allah benar-benar memudahkan segala urusan saya, dan rezeki saya dimudahkan. Hampir setiap malam ada saja orang yang membutuhkan jasa saya untuk dipijit.
Dan akhirnya, satu tahun kemudian uang untuk naik haji sudah terkumpul dan cukup. Bahkan saya masih menyisihkan harta itu untuk dizakati. Alhamdulillah,betapa bahagianya hati saya. Sungguh Allah tidak pernah bermain-main denqan janjinya.
Sumber: Kisah-Kisah Ajaib Pengubah Hidup
0 Response to "Tukang Sampah Membiayai Istri Naik Haji"
Post a Comment